Jumat, 30 Maret 2012
Kamis, 29 Maret 2012
Jumat, 16 Maret 2012
KATA-KATA MUTIARA
KATA-KATA
MUTIARA
- Siapa semangat ia mendapat, siapa telaten ia akan panen, dan siapa mendholimi ia akan di dholimi;
- Yang dimaksud anak yatim itu bukan yang hilang ibu bapaknya, tetapi yang dimaksud yatim itu yang hilang ilmu dan adabnya;
- Teman yang setia bagi seseorang adalah akalnya, dan musuh yang nyata bagi seseorang adalah kebodohannya;
- Bacalah karna dengan membaca kamu akan mengetahui dunia;
- Kebersihan itu pangkal kesehatan, dan kekotoran itu pangkal kesakitan;
- Sebaik-baik anugrah adalah kecerdasan, dan sejelek-jelek musibah adalah kebodohan;
- Orang jujur itu dijaga dan dikasihi, sedangkan orang bohong itu dihina dan dibenci.
PROFIL PERPUSTAKAAN MTs NEGERI 1 SERANG
A.
PENDAHULUAN
Perpustakaan sekolah adalah perpustakaan
yang bergabung pada sekolah dikelola sepenuhnya oleh sekolah yang bersangkutan
dengan tujuan usaha membantu sekolah yang bersaangkutan dengan tujuan usaha
membantu sekolah untuk mencapai tujuan khusus sekolah dan tujuan pendidikan
pada umumnya… (Sulistyo Basuki, 1993). Disamping itu dalam penjelasan
Undang-Undang Pendidikan Nasional disebutkan bahwa salah satu sumber selajar di
sekolah yang amat penting tetapi bukan satu-satunya adalah perpustakaan.
Sebagai salah satu sumber belajar di sekolah perpustakaan membantu tercapainya
visi dan misi sekolah.
Perpustakaaqn sebagai jantung
sebuah lembaga pendidikan sudah selayaknya mendapatkan porsi dan posisi yang
strategis guna merealisasikan visi dan misi sekolah. Semua pihak khususnya
kepala sekolah harus memberi perhatian lebih akan eksistensi perpustakaan di
sekolah. Dan tidak lagi dianggap sebagai tempat penyimpanan buku bekas,
barang-barang tidak terpakai, bahkan tempat bermain saat KBM tidak ada. Hal ini
tentu sangat ironis dan tidak mendidik. Sehingga dalam hal ini perpustakaan
mencoba menerapkan beberapa program yang
diharapkan dapat memberi ruang yang lebih besar agar perpustakaan sekolah
sebagai center of knowledge dapat terealisai.
B.
SEJARAH
Perpustakaan MTs Negeri 1 Serang
pertama kali di dirikan pada tahun 1985 seiring dengan pendirian bangunan
sekolah yang berlaih lokasi ke Penancangan sebelah timur Serang di Jl.
Bhayangkara No. 84 Kel. Sumur Pecung Kota.
Serang Provinsi Banten. Ruang Perpustakaan pada saat itu merangkap di ruang
guru dikarnakan keterbatasan dana dan ruangan yang ada.
Dalam menapaki perkembangan,
Perpustakaan ini juga telah mengalami pergantian pimpinan sebagai Kepala
Perpustakaan Yaitu :
1. Disaat Kepala
Madrasah Drs. H. HASBIUN MUSLIH (Tahun 1979 s/d 1982)
2. Disaat Kepala
Madrasah Drs. UMAR S (Tahun 1982 s/d 1993) Kepala Perpustakaan
dijabat oleh M. RALI (Tahun 1986 s/d 1991)
dan dilanjutkan oleh JUNAEDI (Tahun 1991 s/d
1993)
3. Disaat Kepala
Madrasah Drs. H. HASBIUN MUSLIH (Tahun 1993 s/d
1996) Kepala Perpustakaan dijabat
oleh JUNAEDI (Tahun 1993 s/d 1996)
4. Disaat Kepala
Madrasah HABIB MAHMUD, BA (Tahun 1996 s/d 1999) Kepala Perpustakaan dijabat oleh JUNAEDI
(Tahun 1996 s/d 1999)
5. Disaat Kepala
Madrasah Drs. H.M. FATHURRAHMAN (Tahun 1999 s/d 2002) Kepala Perpustakaan dijabat oleh JUNAEDI
(Tahun 1999 s/d 2002)
6. Disaat Kepala
Madrasah Drs. H. AKHMAD FAUZI (Tahun 2003 s/d 2006) Kepala Perpustakaan dijabat oleh JUNAEDI
(Tahun 2003 s/d 2004) dan
dilanjutkan oleh HERMAN (Tahun 2004 s/d 2005) dan dilanjutkan kembali oleh
JUNAEDI, S.Pd.I (Tahun 2005 s/d 2006)
7. Disaat Kepala
Madrasah Dra. HJ. ROSYATI, M.Pd (Tahun 2006 s/d
2010)
Kepala Perpustakaan dijabat oleh JUNAEDI, S.Pd.I (Tahun
2006 s/d 2009) dan dilanjutkan oleh SINTA WAHYUNI (Tahun
2009 s/d 2010)
8. Disaat Kepala Madrasah Drs. FARID WAZDI (Tahun
2010 s/d Sekarang) Kepala Perpustakaan dijabat oleh
JUNAEDI, S.Pd.I (Tahun 2010 s/d
Sekarang)
C.
DASAR HUKUM
a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
tentang system pendidikan nasional;
b. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun
2005 tentang standar nasional pendidikan;
c. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007
tentang perpustakaan.
D.
VISI
Perpustakaan yang diminati,
disenangi, dikagumi, dan menjadi kebanggaan warga MTs Negeri 1 Serang.
E.
MISI
a.
Penataan dan penciptaan ruangan yang nyaman dan
menyenangkan;
b. Optimalisasi fungsi, tugas, dan tanggung jawab seluruh
elemen perpustakaan;
c.
Mewujudkan budaya senang di perpustakaan;
d.
Mewujudkan budaya baca yang efektif dan menyenangkan.
F.
TUJUAN
a.
Menjadi perpustakaan sekolah tingkat SLTP/MTs terdepan
di banten serta sumber belajar warga sekolah guna mendukung kegiatan belajar
mengajar dan merealisasikan visi, misi, serta suksesnya kegiatan KBM di
sekolah.
G.
FUNGSI PERPUSTAKAAN SEKOLAH
Perpustakaan berfungsi sebagai
pusat belajar mngajar, pusat informasi, dan rekreasi sehat melalui bacaan
hiburan. Dalam kaitan dengan kurikulum yang diterapkan di MTs Negeri 1 Serang,
perpustakaan berperan sebagai:
a.
Wadah atau wahana pengetahuan, adminsitrasi, dan
organisasi yang sesuai sehingga memudahkan penggunanya;
b.
Suber rujukan(Reference center) Siswa, Guru, Kepala
Sekolah, Tenaga Bimbingan, Tenaga Adminstrasi, dan element yang berada di bawah
naungan MTs Negeri 1 Serang;
c.
Sarana pendukung dalam proses belajar mengajar;
H.
SASARAN PERPUSTAKAAN SEKOLAH
a.
Anggota Perpustakaan yang terdiri dari Siswa-siswi,
Dewan Guru, dan Staf Tata Usaha MTs Negeri 1 Serang;
b.
Kepala Sekolah MTs Negeri 1 Serang.
I.
JENIS-JENIS LAYANAN PERPUSTAKAAN
a.
Peminjaman berbagai jenis buku pelajaran, agama,
pengetahuan umum, sastra, cerpen, novel, kamus, dll.
J.
SRUKTUR PENGELOLA PERPUSTAKAAN
a.
Pengarah Drs.
FARID WAZDI
(Kepala MTs Negeri
1 Serang)
b.
Kepala Perpustakaan JUNAEDI,
S.Pd.I, M.MPd
c.
Pustakawan NIKMATULLAH,
S.E
Rabu, 14 Maret 2012
Cerpen "legenda harimau makan durian"
Legenda Harimau Makan Durian
Desa Kemingking Dalam merupakan termasuk wilayah kecamatan Taman Rajo, kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi. Daerah ini terkenal dengan berbagai macam hasil bumi salah satunya adalah durian. Di desa Kemingking Dalam, musim durian biasanya tiba satu atau dua tahun sekali dengan hasil yang berlimpah. Durian dari daerah ini terkenal karena bentuknya yang tidak terlalu besar namun memiliki rasa khas yang manis dan legit. Setiap musim panen tiba, masyarakat desa Kemingking Dalam akan berbondong-bondong menunggui durian yang runtuh di kebun mereka masing-masing. Mereka menjaga kebun ini bersama keluarga mereka baik di waktu siang maupun malam. Tetapi, ketika musim panen hampir usai dan buah yang ada di pohon tinggal sedikit, masyarakat desa Kemingking Dalam tidak akan lagi menunggui kebun mereka di malam hari. Berkenaan dengan kebiasaan ini, terdapat sebuah cerita di dalamnya.
Pada suatu masa ketika desa Kemingking Dalam masih merupakan desa dengan pemerintahan tersendiri dan raja-rajanya masih berkuasa. Rakyat hidup berdampingan dalam kedamaian dan kesejahteraan berkat pemimpin yang bijaksana. Namun, tiba-tiba segala kemakmuran itu terganggu dengan hadirnya seekor harimau besar dari negeri seberang. Harimau ini buas, bengis, dan lapar. Ia tidak hanya menghabisi ternak warga masyaraka, tetapi lambat laun harimau ini mulai menyerang manusia. Membuat belasan orang meninggal sedangkan puluha lainnya luka-luka dengan cacat pada tubuhnya.
Melihat hal ini, Raja yang berkuasa di saat itu tidak dapat tinggal diam. Ia kemudian memerintahkan salah seorang prajuritnya yang paling sakti untuk mengatasi krisis yang terjadi di kerajaannya. Prajurit ini dengan patuh pergi mencari harimau untuk mengusir atau membunuhnya. Ketika berhadapan dengan sang harimau prajurit ini langsung menyerang dengan segala daya upaya yang dimilikinya. Namun sang harimau yang sangat besar dan kuat dapat dengan mudah mematahkan pedang dan tombak senjata sang prajurit serta melukai prajurit hingga terluka parah.
Mengetahui kondisinya yang tidak lagi memungkinkannya untuk bertarung secara maksimal, sang prajurit kemudian melarikan diri dari sang harimau dengan segenap kesaktiannya yang tersisa ia dapat menghindari pengejaran si harimau selama beberapa musim. Hingga akhir tahun itu tiba, cidera yang diderita sang prajurit masih belum pulih sepenuhnya. Ia masih belum sanggup untuk melawan sang harimau yang terus mengejarnya seorang diri. Hingga ketika itu sampailah sang prajurit di sebuah daerah yang masih merupakan bagian dari wilayah Desa Kemingking Dalam sekarang ini yang dipenuhi aroma manis dan tanahnya dipenuhi buah yang penuh duri.
Di tempat ini sang prajurit tidak dapat lagi melarikan diri dan ia telah bertekad untuk melawan sang harimau apapun taruhannya. Ketika sang harimau mendapati sang prajurit tidak lagi melarikan diri ia pun menyerang sang prajurit tanpa ampun. Mereka kemudian bertarung dengan seluruh kemampuan mereka. Hingga kemudian sang prajurit menyadari kehadiran buah yang permukaannya dipenuhi duri itu. Ia kemudian menggunakan buah yang di masa kini dikenal dengan nama Durian sebagai senjatanya. Sang prajurit melempar harimau jahat itu dengan durian terus menerus hingga harimau itu terluka parah dan menyadari bahwa ia telah kalah.
Saat hendak menghabisi sang harimau, harimau pun meminta ampun atas semua kesalahan yang telah ia lakukan di masa lalu. Ia pun berjanji kepada sang prajurit untuk tidak lagi menyerang warga asalkan ia diperbolehkan untuk melahap sebagian dari buah yang penuh duri yang tumbuh di tanah mereka itu. Karena rasa kasihan dan iba serta karena melihat kesungguhan dari sang harimau, maka sang prajurit pun membiarkan harimau untuk terus hidup dengan syarat ia tidak akan mendapat ampun lagi apabila ia melanggar janjinya pada sang prajurit.
Maka setelah sekian lama dalam pelarian kembalilah sang prajurit dengan kemenangan di pihaknya. Ia pun melaporkan segala yang terjadi kepada Rajanya dan meneruskan sumpah sang harimau kepada seluruh masyarakat untuk dihormati dan dipatuhi. Hingga sekarang, sumpah sang harimau terus dijaga oleh masyarakat desa Kemingking Dalam. Sehingga meskipun hutan desa Kemingking Dalam termasuk dalam wilayah kekuasaan harimau, harimau-harimau ini tidak pernah menampakkan diri ataupun menyerang warga. Mereka hanya muncul di waktu malam ketika musim durian hampir usai untuk melahap buah-buah terakhir yang telah diperjanjikan untuknya.
Cerpen "si pitung"
Si Pitung
Pada jaman penjajahan belanda dahulu, di daerah Jakarta
(dahulu Batavia)
hiduplah seorang pria gagah yang bernama si Pitung. Dia lahir dari pasangan
suami istri yang bernama pak Piun dan bu Pinah. Pekerjaan pak Piun sehari-hari
adalah bertani.
Setiap hari si Pitung membantu bapaknya menanam padi, memetik kelapa dan
mencari rumput untuk pakan ternaknya. Si Pitung juga tak segan untuk membantu
tetangganya yang memerlukan bantuan. Tiap hari si Pitung juga sangat rajin
menunaikan sholat dan puasa, bapaknya juga selalu mengajarkan si Pitung untuk
bertutur kata yang santun, dan patuh kepada orang tua.
Si Pitung dan keluarganya tinggal di kampung Rawabelong, daerah
kebayoran. Daerah itu adalah bagian dari daerah kekuasaan tuan tanah yang
bernama babah Liem Tjeng Soen,oleh karena itu semua warga yang tinggal di situ
wajib membayar pajak kepada babah Liem. Hasil pajak tanah tersebut nantinya
akan disetorkan kepada Belanda.
Dalam memungut pajak, babah Liem dibantu oleh anak buahnya yang berasal
dari kalangan pribumi. Anak buah yang diangkat babah Liem adalah kaum pribumi
yang pandai bersilat dan memainkan senjata. Tujuannya adalah supaya para
penduduk tidak berani melawan dan membantah pada saat dipungut pajak.
Hingga pada suatu hari, saat si Pitung membantu bapaknya mengumpulkan
hasil panen dari sawah. Sesampainya di rumah, betapa terkejutnya si Pitung
melihat anak buah babah Liem sedang marah-marah kepada bapaknya. Si Pitung lalu
menghampiri bapaknya, dan bertanya kepada anak buah babah Liem, “Hey, apa salah
bapak saya?” “Tanya saja sama bapakmu ini!!”, jawab anak buah babah Liem.
Anak buah babah Liem lalu pergi dengan membawa semua hasil panen yang
telah dikumpulakan si Pitung dan bapaknya. Dengan nada geram, si Pitung
berbicara dalam hatinya, “Nantikan pembalasanku!!”
Hingga keesokan harinya saat si Pitung berjalan menyusuri kampung, dia
melihat kesewenang-wenangan anak buah babah Liem lagi. Mereka merampas ayam,
kambing, kelapa, dan padi dari penduduk, tanpa rasa iba.
Sebagai warga yang merasa bertanggung jawab atas keamanan, maka si Pitung
tidak tinggal diam. Si Pitung lalu menghampiri anak buah babah Liem, lalu
berteriak “Hentikan pengecut!! Kenapa kalian merampas harta orang lain?!”
Para anak buah babah Liem kemudian
menoleh kearah si Pitung. “Siapa kamu ini, berani-beraninya mencegah kami? Kamu
tidak tahu siapa kami ini?”,teriak anak buah babah Liem.
“Saya tidak peduli siapa kalian, tapi perbuatan kalian itu sangatlah
kejam dan tidak berperi kemanusiaan!”, jawab si Pitung.
Mendengar perkataan si Pitung, pemimpin anak buah babah Liem menjadi
geram. Ia lalu menghampiri si Pitung, dan menyerang sekenanya saja. Ia mengira
bahwa Pitung akan mudah dirobohkan. Namun, di luar dugaannya, Pitung malah
mencekal lengannya dan membantingnya ke tanah hingga pingsan. Anak buah babah
Liem yang lain menghentikan kesibukan mereka dan mengepung Pitung. Dengan sigap
Pitung menyerang lebih dulu. Ada lima orang yang
mengeroyoknya. Satu demi satu ia hajar pelipis atau tulang kering mereka hingga
mereka mengaduh kesakitan. Lalu mereka menggotong pimpinan centeng yang masih
pingsan dan melarikan diri.
Sebelum pergi, mereka mengancam: “Awas, nanti kami laporkan Demang.”
Beberapa hari setelah peristiwa itu, nama Pitung menjadi pembicaraan di
seluruh Kebayoran. Namun, Pitung tak gentar dan tetap bersikap tenang. Ia
bahkan tidak menghindar kalau ada orang yang bertanya kepadanya tentang kejadian
itu.
Suatu hari, Pak Piun menyuruh si Pitung menjual kambing ke Pasar Tanah
Abang. Pak Piun sedang membutuhkan uang untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Si
Pitung pun pergi ke tanah abang untuk menjual dua kambingnya itu. Tanpa
sepengetahuan si Pitung, ternyata ada satu orang anak buah babah Liem yang
membuntutinya sejak berangkat dari rumah tadi. Hingga pada saat si Pitung mandi
di sungai dan berwudhu, anak buah babah Liem tadi mencuri uang hasil penjualan
kambing dari saku bajunya yang diletakkakn di pinggir sungai.
Sesampainya di rumah, si Pitung sangatlah kaget. Karena uang hasil
penjualan kambing tidak ada di sakunya lagi. Dengan geram ia kembali ke Pasar
Tanah Abang dan mencari orang yang telah mencuri uangnya. Setelah melakukan
penyelidikan, ia menemukan orang itu. Orang itu sedang berkumpul di sebuah
kedai kopi.
Si Pitung mendatanginya dan menghardik, “Kembalikan uangku!”
Salah seorang berkata sambil tertawa, “Kamu boleh ambil uang ini, tapi
kamu harus menjadi anggota kami.”
“Tak sudi aku jadi anggota kalian,” jawab si Pitung.
Para anak buah babah Liem itu marah
mendengar jawaban si Pitung. Serentak mereka menyerbu Pitung. Namun, yang
mereka hadapi adalah Si Pitung dari Kampung Rawabelong yang pernah menghajar
enam orang centeng Babah Liem sendirian. Akibatnya, satu demi satu mereka kena
pukulan Si Pitung.
Sejak hari itu, Si Pitung memutuskan untuk membela orang-orang yang
lemah. Ia tak tahan lagi melihat penderitaan rakyat jelata, yang ditindas tuan
tanah dan dihisap oleh penjajah Belanda. Beberapa anak buah babah Liem yang
pernah dihajarnya ada yang insyaf dan ia mengajak mereka untuk membentuk suatu
kelompok. Bersama kelompoknya, ia merampoki rumah-rumah orang kaya dan
membagi-bagikan harta rampasannya kepada orang-orang miskin dan lemah.
Nama Pitung menjadi harum di kalangan rakyat jelata. Para
tuan tanah dan orang-orang yang mengambil keuntungan dengan cara memihak
Belanda menjadi tidak nyaman. Mereka mengadukan permasalahan itu kepada
pemerintah Belanda.
Penguasa penjajah di Batavia
pun memerintahkan aparat-aparatnya untuk menangkap Si Pitung. Schout Heyne, komandan Kebayoran, memerintahkan mantri polisi untuk mencari
tahu di mana si Pitung berada. Schout Heyne menjanjikan uang banyak kepada
siapa saja yang mau memberi tahu keberadaan si Pitung
Mengetahui dirinya menjadi buron, Pitung berpindah-pindah tempat dan ia
tetap membantu rakyat. Harta rampasan dari orang kaya selalu ia berikan kepada
rakyat yang lemah dan tertindas oleh penjajahan.
Pada suatu hari, Pitung dan kelompoknya terjebak oleh siasat polisi
belanda. Waktu itu si Pitung beserta kelompoknya akan merampok rumah seorang
demang, tapi ternyata polisi belanda sudah lebih dulu bersembunyi di sekitar
rumah demang itu. Ketika kelompok Pitung tiba, polisi segera mengepung rumah
itu. Pitung membiarkan dirinya tertangkap, sementara teman-temannya berhasil
meloloskan diri. Akhirnya si Pitung dibawa ke penjara dan disekap di sana.
Karena si Pitung adalah seorang yg cerdik dan sakti, maka dia berhasil
meloloskan diri lewat genteng pada malam hari saat penjaga sedang istirahat.
Pada pagi harinya, para penjaga menjadi panik karena si Pitung tidak ada di
dalam penjara lagi.
Kabar lolosnya si Pitung membuat polisi belanda dan orang-orang kaya
menjadi tidak tenteram lagi. Kemudian Schout Heyne memerintahkan orang untuk
menangkap orang tua dan guru si Pitung. Mereka dipaksa para polisi untuk
memberitahukan keberadaan Si Pitung sekarang. Namun, mereka tetap bungkam.
Akibatnya, mereka pun dimasukkan kedalam penjara.
Mendengar kabar bahwa orang tua dan gurunya ditangkap polisi belanda,
lalu si Pitung mengirim pesan kepada pihak belanda. Ia mengatakan akan
menyerahkan diri bila orang tua dan gurunya itu dibebaskan. Kesepakatan
tersebut kemudian disetujui oleh Schout Heyne.
Kemudian pada hari yang telah disepakati, mereka bertemu di tanah lapang.
Orang tua si Pitung dilepaskan dahulu. Kini tinggal Haji Naipin yang masih
bersama polisi belanda. Di tanah lapang itu, sepasukan polisi menodongkan
senjata ke arah Haji Naipin.
“Lepaskan Haji Naipin sekarang juga”, kata si Pitung.
“Aku akan melepaskan gurumu ini setelah engkau benar-benar menyerah”,
kata Schout Heyne.
Mendengar persyaratan yang diajukan Schout Heyne, lalu si Pitung maju ke
tengah lapangan. Dengan sigap, pasukan polisi lalu membidikkan senjata mereka
kearah si Pitung.
“Akhirnya tertangkap juga kamu, Pitung!” teriak Schout Heyne dengan nada
sombong.
“Iya, tapi nanti aku pasti akan lolos lagi. Dengan orang pengecut seperti
kalian, yang beraninya hanya mengandalkan anak buah, aku tidak takut,” jawab si
Pitung.
Mendengar kata-kata si Pitung, Schout Heyne menjadi marah. Ia mundur
beberapa langkah dan memberi aba-aba agar pasukannya bersiap menembak. Haji
Naipin yang masih ada di situ memprotes tindakan yang pengecut itu. Namun
protes dari Haji Naipin tidak didengarkan, dan aba-aba untuk menembak si Pitung
sudah diteriakkan. Akhirnya si Pitung gugur bersimbah darah.
Orang tua dan guru si Pitung merasa sangat sedih sekali melihat si Pitung
akhirnya gugur di tangan polisi belanda. Banyak rakyat yang turut mengiringi
pemakamannya dan mendoakannya. Mereka berjanji akan selalu mengingat jasa Si
Pitung, pembela dan pelindung mereka, dan tetap akan menganggap si Pitung
sebagai pahlawan betawi.
Cerpen "cinderela"
Cinderela
Kerajaan Jenggala dipimpin oleh seorang raja
yang bernama Raden Putra. Ia didampingi oleh seorang permaisuri yang baik hati
dan seorang selir yang memiliki sifat iri dan dengki. Raja Putra dan kedua
istrinya tadi hidup di dalam istana yang sangat megah dan damai. Hingga suatu
hari selir raja merencanakan sesuatu yang buruk pada permaisuri raja. Hal
tersebut dilakukan karena selir Raden Putra ingin menjadi permaisuri.
Selir baginda lalu berkomplot dengan seorang
tabib istana untuk melaksanakan rencana tersebut. Selir baginda berpura-pura
sakit parah. Tabib istana lalu segera dipanggil sang Raja. Setelah memeriksa
selir tersebut, sang tabib mengatakan bahwa ada seseorang yang telah menaruh
racun dalam minuman tuan putri. "Orang itu tak lain adalah permaisuri
Baginda sendiri," kata sang tabib. Baginda menjadi murka mendengar
penjelasan tabib istana. Ia segera memerintahkan patih untuk membuang
permaisuri ke hutan dan membunuhnya.
Sang Patih segera membawa permaisuri yang
sedang mengandung itu ke tengah hutan belantara. Tapi, patih yang bijak itu
tidak mau membunuh sang permaisuri. Rupanya sang patih sudah mengetahui niat
jahat selir baginda. "Tuan putri tidak perlu khawatir, hamba akan
melaporkan kepada Baginda bahwa tuan putri sudah hamba bunuh," kata patih.
Untuk mengelabui raja, sang patih melumuri pedangnya dengan darah kelinci yang
ditangkapnya. Raja merasa puas ketika sang patih melapor kalau ia sudah
membunuh permaisuri.
Setelah beberapa bulan berada di hutan, sang
permaisuri melahirkan seorang anak laki-laki. Anak itu diberinya nama
Cindelaras. Cindelaras tumbuh menjadi seorang anak yang cerdas dan tampan.
Sejak kecil ia sudah berteman dengan binatang penghuni hutan. Suatu hari,
ketika sedang asyik bermain, seekor rajawali menjatuhkan sebutir telur ayam.
Cindelaras kemudian mengambil telur itu dan bermaksud menetaskannya. Setelah 3
minggu, telur itu menetas menjadi seekor anak ayam yang sangat lucu. Cindelaras
memelihara anak ayamnya dengan rajin. Kian hari anak ayam itu tumbuh menjadi
seekor ayam jantan yang gagah dan kuat. Tetapi ada satu yang aneh dari ayam
tersebut. Bunyi kokok ayam itu berbeda dengan ayam lainnya. "Kukuruyuk...
Tuanku Cindelaras, rumahnya di tengah rimba, atapnya daun kelapa, ayahnya Raden
Putra...", kokok ayam itu.
Cindelaras sangat takjub mendengar kokok
ayamnya itu dan segera memperlihatkan pada ibunya. Lalu, ibu Cindelaras
menceritakan asal usul mengapa mereka sampai berada di hutan. Mendengar cerita
ibundanya, Cindelaras bertekad untuk ke istana dan membeberkan kejahatan selir
baginda. Setelah di ijinkan ibundanya, Cindelaras pergi ke istana ditemani oleh
ayam jantannya. Ketika dalam perjalanan ada beberapa orang yang sedang
menyabung ayam. Cindelaras kemudian dipanggil oleh para penyabung ayam.
"Ayo, kalau berani, adulah ayam jantanmu dengan ayamku," tantangnya.
"Baiklah," jawab Cindelaras. Ketika diadu, ternyata ayam jantan
Cindelaras bertarung dengan perkasa dan dalam waktu singkat, ia dapat
mengalahkan lawannya. Setelah beberapa kali diadu, ayam Cindelaras tidak
terkalahkan.
Berita tentang kehebatan ayam Cindelaras
tersebar dengan cepat hingga sampai ke Istana. Raden Putra akhirnya pun
mendengar berita itu. Kemudian, Raden Putra menyuruh hulubalangnya untuk
mengundang Cindelaras ke istana. "Hamba menghadap paduka," kata
Cindelaras dengan santun. "Anak ini tampan dan cerdas, sepertinya ia bukan
keturunan rakyat jelata," pikir baginda. Ayam Cindelaras diadu dengan ayam
Raden Putra dengan satu syarat, jika ayam Cindelaras kalah maka ia bersedia
kepalanya dipancung, tetapi jika ayamnya menang maka setengah kekayaan Raden
Putra menjadi milik Cindelaras.
Dua ekor ayam itu bertarung dengan gagah
berani. Tetapi dalam waktu singkat, ayam Cindelaras berhasil menaklukkan ayam
sang Raja. Para penonton bersorak sorai
mengelu-elukan Cindelaras dan ayamnya. "Baiklah aku mengaku kalah. Aku
akan menepati janjiku. Tapi, siapakah kau sebenarnya, anak muda?" Tanya
Baginda Raden Putra. Cindelaras segera membungkuk seperti membisikkan sesuatu
pada ayamnya. Tidak berapa lama ayamnya segera berbunyi. "Kukuruyuk...
Tuanku Cindelaras, rumahnya di tengah rimba, atapnya daun kelapa, ayahnya Raden
Putra...," ayam jantan itu berkokok berulang-ulang. Raden Putra
terperanjat mendengar kokok ayam Cindelaras. "Benarkah itu?" Tanya
baginda keheranan. "Benar Baginda, nama hamba Cindelaras, ibu hamba adalah
permaisuri Baginda."
Bersamaan dengan itu, sang patih segera
menghadap dan menceritakan semua peristiwa yang sebenarnya telah terjadi pada
permaisuri. "Aku telah melakukan kesalahan," kata Baginda Raden
Putra. "Aku akan memberikan hukuman yang setimpal pada selirku,"
lanjut Baginda dengan murka. Kemudian, selir Raden Putra pun di buang ke hutan.
Raden Putra segera memeluk anaknya dan meminta maaf atas kesalahannya Setelah
itu, Raden Putra dan hulubalang segera menjemput permaisuri ke hutan.. Akhirnya
Raden Putra, permaisuri dan Cindelaras dapat berkumpul kembali. Setelah Raden
Putra meninggal dunia, Cindelaras menggantikan kedudukan ayahnya. Ia memerintah
negerinya dengan adil dan bijaksana.
Cerpen "bawang merah bawang putih"
Bawang merah bawang putih
Jaman dahulu kala di sebuah desa tinggal sebuah keluarga
yang terdiri dari Ayah, Ibu dan seorang gadis remaja yang cantik bernama bawang
putih. Mereka adalah keluarga yang bahagia. Meski ayah bawang putih hanya
pedagang biasa, namun mereka hidup rukun dan damai. Namun suatu hari ibu bawang
putih sakit keras dan akhirnya meninggal dunia. Bawang putih sangat berduka
demikian pula ayahnya.
Di desa itu tinggal pula seorang janda yang memiliki anak
bernama Bawang Merah. Semenjak ibu Bawang putih meninggal, ibu Bawang merah
sering berkunjung ke rumah Bawang putih. Dia sering membawakan makanan,
membantu bawang putih membereskan rumah atau hanya menemani Bawang Putih dan
ayahnya mengobrol. Akhirnya ayah Bawang putih berpikir bahwa mungkin lebih baik
kalau ia menikah saja dengan ibu Bawang merah, supaya Bawang putih tidak
kesepian lagi.
Dengan pertimbangan dari bawang putih, maka ayah Bawang
putih menikah dengan ibu bawang merah. Awalnya ibu bawang merah dan bawang
merah sangat baik kepada bawang putih. Namun lama kelamaan sifat asli mereka
mulai kelihatan. Mereka kerap memarahi bawang putih dan memberinya pekerjaan
berat jika ayah Bawang Putih sedang pergi berdagang. Bawang putih harus
mengerjakan semua pekerjaan rumah, sementara Bawang merah dan ibunya hanya
duduk-duduk saja. Tentu saja ayah Bawang putih tidak mengetahuinya, karena
Bawang putih tidak pernah menceritakannya.
Suatu hari ayah Bawang putih jatuh sakit dan kemudian
meninggal dunia. Sejak saat itu Bawang merah dan ibunya semakin berkuasa dan
semena-mena terhadap Bawang putih. Bawang putih hampir tidak pernah
beristirahat. Dia sudah harus bangun sebelum subuh, untuk mempersiapkan air
mandi dan sarapan bagi Bawang merah dan ibunya. Kemudian dia harus memberi
makan ternak, menyirami kebun dan mencuci baju ke sungai. Lalu dia masih harus
menyetrika, membereskan rumah, dan masih banyak pekerjaan lainnya. Namun Bawang
putih selalu melakukan pekerjaannya dengan gembira, karena dia berharap suatu
saat ibu tirinya akan mencintainya seperti anak kandungnya sendiri.
Pagi ini seperti biasa Bawang putih membawa bakul berisi
pakaian yang akan dicucinya di sungai. Dengan bernyanyi kecil dia menyusuri
jalan setapak di pinggir hutan kecil yang biasa dilaluinya. Hari itu cuaca
sangat cerah. Bawang putih segera mencuci semua pakaian kotor yang dibawanya.
Saking terlalu asyiknya, Bawang putih tidak menyadari bahwa salah satu baju
telah hanyut terbawa arus. Celakanya baju yang hanyut adalah baju kesayangan
ibu tirinya. Ketika menyadari hal itu, baju ibu tirinya telah hanyut terlalu jauh.
Bawang putih mencoba menyusuri sungai untuk mencarinya, namun tidak berhasil
menemukannya. Dengan putus asa dia kembali ke rumah dan menceritakannya kepada
ibunya.
“Dasar ceroboh!” bentak ibu tirinya. “Aku tidak mau tahu,
pokoknya kamu harus mencari baju itu! Dan jangan berani pulang ke rumah kalau
kau belum menemukannya. Mengerti?”
Bawang putih terpaksa menuruti keinginan ibun tirinya. Dia
segera menyusuri sungai tempatnya mencuci tadi. Matahari sudah mulai meninggi,
namun Bawang putih belum juga menemukan baju ibunya. Dia memasang matanya,
dengan teliti diperiksanya setiap juluran akar yang menjorok ke sungai, siapa
tahu baju ibunya tersangkut disana. Setelah jauh melangkah dan matahari sudah
condong ke barat, Bawang putih melihat seorang penggembala yang sedang
memandikan kerbaunya. Maka Bawang putih bertanya: “Wahai paman yang baik,
apakah paman melihat baju merah yang hanyut lewat sini? Karena saya harus
menemukan dan membawanya pulang.” “Ya tadi saya lihat nak. Kalau kamu
mengejarnya cepat-cepat, mungkin kau bisa mengejarnya,” kata paman itu.
“Baiklah paman, terima kasih!” kata Bawang putih dan segera
berlari kembali menyusuri. Hari sudah mulai gelap, Bawang putih sudah mulai
putus asa. Sebentar lagi malam akan tiba, dan Bawang putih. Dari kejauhan tampak
cahaya lampu yang berasal dari sebuah gubuk di tepi sungai. Bawang putih segera
menghampiri rumah itu dan mengetuknya.
“Permisi…!” kata Bawang putih. Seorang perempuan tua
membuka pintu.
“Siapa kamu nak?” tanya nenek itu.
“Siapa kamu nak?” tanya nenek itu.
“Saya Bawang putih nek. Tadi saya sedang mencari baju ibu
saya yang hanyut. Dan sekarang kemalaman. Bolehkah saya tinggal di sini malam
ini?” tanya Bawang putih.
“Boleh nak. Apakah baju yang kau cari berwarna merah?” tanya nenek.
“Ya nek. Apa…nenek menemukannya?” tanya Bawang putih.
“Boleh nak. Apakah baju yang kau cari berwarna merah?” tanya nenek.
“Ya nek. Apa…nenek menemukannya?” tanya Bawang putih.
“Ya. Tadi baju itu tersangkut di depan rumahku. Sayang,
padahal aku menyukai baju itu,” kata nenek. “Baiklah aku akan mengembalikannya,
tapi kau harus menemaniku dulu disini selama seminggu. Sudah lama aku tidak
mengobrol dengan siapapun, bagaimana?” pinta nenek.Bawang putih berpikir
sejenak. Nenek itu kelihatan kesepian. Bawang putih pun merasa iba. “Baiklah
nek, saya akan menemani nenek selama seminggu, asal nenek tidak bosan saja
denganku,” kata Bawang putih dengan tersenyum.
Selama seminggu Bawang putih tinggal dengan nenek tersebut.
Setiap hari Bawang putih membantu mengerjakan pekerjaan rumah nenek. Tentu saja
nenek itu merasa senang. Hingga akhirnya genap sudah seminggu, nenek pun
memanggil bawang putih.
“Nak, sudah seminggu kau tinggal di sini. Dan aku senang
karena kau anak yang rajin dan berbakti. Untuk itu sesuai janjiku kau boleh
membawa baju ibumu pulang. Dan satu lagi, kau boleh memilih satu dari dua labu
kuning ini sebagai hadiah!” kata nenek.
Mulanya Bawang putih menolak diberi hadiah tapi nenek tetap
memaksanya. Akhirnya Bawang putih memilih labu yang paling kecil. “Saya takut
tidak kuat membawa yang besar,” katanya. Nenek pun tersenyum dan mengantarkan
Bawang putih hingga depan rumah.
Sesampainya di rumah, Bawang putih menyerahkan baju merah milik
ibu tirinya sementara dia pergi ke dapur untuk membelah labu kuningnya.
Alangkah terkejutnya bawang putih ketika labu itu terbelah, didalamnya ternyata
berisi emas permata yang sangat banyak. Dia berteriak saking gembiranya dan
memberitahukan hal ajaib ini ke ibu tirinya dan bawang merah yang dengan
serakah langsun merebut emas dan permata tersebut. Mereka memaksa bawang putih
untuk menceritakan bagaimana dia bisa mendapatkan hadiah tersebut. Bawang putih
pun menceritakan dengan sejujurnya.
Mendengar cerita bawang putih, bawang merah dan ibunya
berencana untuk melakukan hal yang sama tapi kali ini bawang merah yang akan
melakukannya. Singkat kata akhirnya bawang merah sampai di rumah nenek tua di
pinggir sungai tersebut. Seperti bawang putih, bawang merah pun diminta untuk
menemaninya selama seminggu. Tidak seperti bawang putih yang rajin, selama
seminggu itu bawang merah hanya bermalas-malasan. Kalaupun ada yang dikerjakan
maka hasilnya tidak pernah bagus karena selalu dikerjakan dengan asal-asalan. Akhirnya
setelah seminggu nenek itu membolehkan bawang merah untuk pergi. “Bukankah
seharusnya nenek memberiku labu sebagai hadiah karena menemanimu selama
seminggu?” tanya bawang merah. Nenek itu terpaksa menyuruh bawang merah memilih
salah satu dari dua labu yang ditawarkan. Dengan cepat bawang merah mengambil
labu yang besar dan tanpa mengucapkan terima kasih dia melenggang pergi.
Sesampainya di rumah bawang merah segera menemui ibunya dan
dengan gembira memperlihatkan labu yang dibawanya. Karena takut bawang putih
akan meminta bagian, mereka menyuruh bawang putih untuk pergi ke sungai. Lalu
dengan tidak sabar mereka membelah labu tersebut. Tapi ternyata bukan emas
permata yang keluar dari labu tersebut, melainkan binatang-binatang berbisa
seperti ular, kalajengking, dan lain-lain. Binatang-binatang itu langsung
menyerang bawang merah dan ibunya hingga tewas. Itulah balasan bagi orang yang
serakah.
Cerpen "malin kundang"
Malin kundang
Pada suatu hari, hiduplah sebuah keluarga di pesisir pantai
wilayah Sumatra. Keluarga itu mempunyai
seorang anak yang diberi nama Malin Kundang. Karena kondisi keluarga mereka
sangat memprihatinkan, maka ayah malin memutuskan untuk pergi ke negeri
seberang.
Besar harapan malin dan
ibunya, suatu hari nanti ayahnya pulang dengan membawa uang banyak yang
nantinya dapat untuk membeli keperluan sehari-hari. Setelah berbulan-bulan
lamanya ternyata ayah malin tidak kunjung datang, dan akhirnya pupuslah harapan
Malin Kundang dan ibunya.
Setelah Malin Kundang beranjak
dewasa, ia berpikir untuk mencari nafkah di negeri seberang dengan harapan
nantinya ketika kembali ke kampung halaman, ia sudah menjadi seorang yang kaya
raya. Akhirnya Malin Kundang ikut berlayar bersama dengan seorang nahkoda kapal
dagang di kampung halamannya yang sudah sukses.
Selama berada di kapal,
Malin Kundang banyak belajar tentang ilmu pelayaran pada anak buah kapal yang
sudah berpengalaman. Malin belajar dengan tekun tentang perkapalan pada
teman-temannya yang lebih berpengalaman, dan akhirnya dia sangat mahir dalam
hal perkapalan.
Banyak pulau sudah
dikunjunginya, sampai dengan suatu hari di tengah perjalanan, tiba-tiba kapal
yang dinaiki Malin Kundang di serang oleh bajak laut. Semua barang dagangan para pedagang
yang berada di kapal dirampas oleh bajak laut. Bahkan sebagian besar awak kapal
dan orang yang berada di kapal tersebut dibunuh oleh para bajak laut. Malin
Kundang sangat beruntung dirinya tidak dibunuh oleh para bajak laut, karena
ketika peristiwa itu terjadi, Malin segera bersembunyi di sebuah ruang kecil
yang tertutup oleh kayu.
Malin Kundang
terkatung-katung ditengah laut, hingga akhirnya kapal yang ditumpanginya
terdampar di sebuah pantai. Dengan sisa tenaga yang ada, Malin Kundang berjalan
menuju ke desa yang terdekat dari pantai. Sesampainya di desa tersebut, Malin
Kundang ditolong oleh masyarakat di desa tersebut setelah sebelumnya
menceritakan kejadian yang menimpanya. Desa tempat Malin terdampar adalah desa
yang sangat subur. Dengan keuletan dan kegigihannya dalam bekerja, Malin lama
kelamaan berhasil menjadi seorang yang kaya raya. Ia memiliki banyak kapal
dagang dengan anak buah yang jumlahnya lebih dari 100 orang. Setelah menjadi
kaya raya, Malin Kundang mempersunting seorang gadis untuk menjadi istrinya.
Setelah beberapa lama
menikah, Malin dan istrinya melakukan pelayaran dengan kapal yang besar dan
indah disertai anak buah kapal serta pengawalnya yang banyak. Ibu Malin Kundang
yang setiap hari menunggui anaknya, melihat kapal yang sangat indah itu, masuk
ke pelabuhan. Ia melihat ada dua orang yang sedang berdiri di atas geladak
kapal. Ia yakin kalau yang sedang berdiri itu adalah anaknya Malin Kundang
beserta istrinya.
Malin Kundang pun turun
dari kapal. Ia disambut oleh ibunya. Setelah cukup dekat, ibunya melihat belas
luka dilengan kanan orang tersebut, semakin yakinlah ibunya bahwa yang ia
dekati adalah Malin Kundang. "Malin Kundang, anakku, mengapa kau pergi
begitu lama tanpa mengirimkan kabar?", katanya sambil memeluk Malin
Kundang. Tetapi Kundang segera melepaskan pelukan ibunya dan mendorongnya
hingga terjatuh. "Wanita tak tahu diri, sembarangan saja mengaku sebagai
ibuku", kata Malin Kundang pada ibunya. Malin Kundang pura-pura tidak
mengenali ibunya, karena malu dengan ibunya yang sudah tua dan mengenakan baju
compang-camping. "Wanita itu ibumu?", Tanya istri Malin Kundang.
"Tidak, ia hanya seorang pengemis yang pura-pura mengaku sebagai ibuku
agar mendapatkan harta ku", sahut Malin kepada istrinya. Mendengar
pernyataan dan diperlakukan semena-mena oleh anaknya, ibu Malin Kundang sangat
marah. Ia tidak menduga anaknya menjadi anak durhaka. Karena kemarahannya yang
memuncak, ibu Malin menengadahkan tangannya sambil berkata "Oh Tuhan,
kalau benar ia anakku, aku sumpahi dia menjadi sebuah batu". Tidak berapa
lama kemudian angin bergemuruh kencang dan badai dahsyat datang menghancurkan
kapal Malin Kundang. Setelah itu tubuh Malin Kundang perlahan menjadi kaku dan
lama-kelamaan akhirnya berbentuk menjadi sebuah batu karang.
Cerpen "keong emas"
Keong emas
Di
Kerajaan Daha, hiduplah dua orang putri yang sangat cantik jelita. Putri nan
cantik jelita tersebut bernama Candra Kirana dan Dewi Galuh. Kedua putri Raja
tersebut hidup sangat bahagia dan serba kecukupan.
Hingga
suatu hari datanglah seorang pangeran yang sangat tampan dari Kerajaan Kahuripan
ke Kerajaan Daha. Pangeran tersebut bernama Raden Inu Kertapati. Maksud
kedatangannya ke Kerajaan Daha adalah untuk melamar Candra Kirana. Kedatangan
Raden Inu Kertapati sangat disambut baik oleh Raja Kertamarta, dan akhirnya
Candra Kirana ditunangkan dengan Raden Inu Kertapati.
Pertunangan
itu ternyata membuat Dewi Galuh merasa iri. Kerena dia merasa kalau Raden Inu
Kertapati lebih cocok untuk dirinya. Oleh karena itu Dewi Galuh lalu pergi ke
rumah Nenek Sihir. Dia meminta agar nenek sihir itu menyihir Candra Kirana
menjadi sesuatu yang menjijikkan dan dijauhkan dari Raden Inu. Nenek Sihir pun
menyetujui permintaan Dewi Galuh, dan menyihir Candra Kirana menjadi Keong
Emas, lalu membuangnya ke sungai.
Suatu
hari seorang nenek sedang mencari ikan dengan jala, dan keong emas terangkut
dalam jalanya tersebut. Keong Emas itu lalu dibawanya pulang dan ditaruh di
tempayan. Besoknya nenek itu mencari ikan lagi di sungai, tetapi tak mendapat
ikan seekorpun. Kemudian Nenek tersebut memutuskan untuk pulang saja,
sesampainya di rumah ia sangat kaget sekali, karena di meja sudah tersedia
masakan yang sangat enak-enak. Si nenek bertanya-tanya pada dirinya sendiri,
siapa yang memgirim masakan ini.
Begitu
pula hari-hari berikutnya si nenek menjalani kejadian serupa, keesokan paginya
nenek ingin mengintip apa yang terjadi pada saat dia pergi mencari ikan. Nenek
itu lalu berpura-pura pergi ke sungai untuk mencari ikan seperti biasanya, lalu
pergi ke belakang rumah untuk mengintipnya. Setelah beberapa saat, si nenek sangat
terkejut. Karena keong emas yang ada ditempayan berubah wujud menjadi gadis
cantik. Gadis tersebut lalu memasak dan menyiapkan masakan tersebut di meja.
Karena merasa penasaran, lalu nenek tersebut memberanikan diri untuk menegur
putri nan cantik itu. “Siapakah kamu ini putri cantik, dan dari mana asalmu?”,
tanya si nenek. "Aku adalah putri kerajaan Daha yang disihir menjadi keong
emas oleh nenek sihir utusan saudaraku karena merasa iri kepadaku", kata
keong emas. Setelah menjawab pertanyaan dari nenek, Candra Kirana berubah lagi
menjadi Keong Emas, dan nenek sangat terheran-heran.
Sementara
pangeran Inu Kertapati tak mau diam saja ketika tahu candra kirana menghilang.
Iapun mencarinya dengan cara menyamar menjadi rakyat biasa. Nenek sihirpun
akhirnya tahu dan mengubah dirinya menjadi gagak untuk mencelakakan Raden Inu
Kertapati. Raden Inu Kertapati Kaget sekali melihat burung gagak yang bisa
berbicara dan mengetahui tujuannya. Ia menganggap burung gagak itu sakti dan
menurutinya padahal raden Inu diberikan arah yang salah. Diperjalanan Raden Inu
bertemu dengan seorang kakek yang sedang kelaparan, diberinya kakek itu makan.
Ternyata kakek adalah orang sakti yang baik Ia menolong Raden Inu dari burung
gagak itu.
Kakek
itu memukul burung gagak dengan tongkatnya, dan burung itu menjadi asap.
Akhirnya Raden Inu diberitahu dimana Candra Kirana berada, disuruhnya raden itu
pergi kedesa dadapan. Setelah berjalan berhari-hari sampailah ia kedesa Dadapan Ia
menghampiri sebuah gubuk yang dilihatnya untuk meminta seteguk air karena
perbekalannya sudah habis. Di gubuk itu ia sangat terkejut, karena dari balik
jendela ia melihat Candra Kirana sedang memasak. Akhirnya sihir dari nenek
sihir pun hilang karena perjumpaan itu. Akhirnya Raden Inu memboyong
tunangannya beserta nenek yang baik hati tersebut ke istana, dan Candra Kirana
menceritakan perbuatan Dewi Galuh pada Baginda Kertamarta.
Baginda
minta maaf kepada Candra Kirana dan sebaliknya. Dewi Galuh lalu mendapat
hukuman yang setimpal. Karena Dewi Galuh merasa takut, maka dia melarikan diri
ke hutan. Akhirnya pernikahan Candra kirana dan Raden Inu Kertapati pun
berlangsung, dan pesta tersebut sangat meriah. Akhirnya mereka hidup bahagia.
Langganan:
Postingan (Atom)